Setelah petualangan mendaki di cikuray yang sangat
menakjubkan, ku ingin mendaki kembali. Hari demi hari pun terus disibukan
dengan pekerjaan. Meskipun ada hari libur, waktunya tak akan cukup ditambah
biaya yang belum siap mengsupport.
Sampai hari dimana bulan penuh suci pun datang. Yaitu bulan
Ramadhan, bulan yang sangat ditunggu – tunggu bagi semua muslim.
Disaat malam tarawih ada temanku yang mengajakku mendaki ke
gunung papandayan, namun belum ada kepastian kapan kami mendaki. Awalnya banyak
sekali yang ingin ikut serta dalam pendakian ini, namun yang tetap bertahan
hanya ada 5 orang yaitu : Zidan, Rizky, Angga, Luthfi, dan Aku.
Kemudian besoknya kami berdiskusi kapan tanggal yang tepat
untuk pendakian ini? Dan berapa perkiraan biayanya? Zidan memprediksi sekitar
200 Ribu, karena dialah yang mendirikan acara ini dan dia pula yang menetapkan
kapan pendakian dimulai.
Dia berencana mendaki tiga hari setelah Lebaran. Dikarenakan
1,2 atau 3 hari setelah lebaran mungkin volume kendaraan sangat padat, jadi dia
menyarankan kita untuk berangkat menggunakan kereta ke Garut. Selain menghemat
biaya, naik kereta sangat terjangkau karena bebas dari macet. Namun semua
rencana ini diluar perkiraan kami.
Di H-1 kami mengatur dan berdiskusi. Barang apa saja yang
akan kita bawa dan apa saja persediaan makanan yang harus kita bawa, Kami tak
sempat menyewa tenda, gas, dan kompor mini.
Keesokannya di hari jumƔt kami
pergi ke STT Telkom untuk mencari tempat penyewaan camp namun tempat
penyewaannya tutup, karena kita mendaki di hari dimana banyak orang pulang ke
kampung halaman. Kami mencoba mencari di internet tempat penyewaan yang masih
buka dan jaraknya yang dekat, karena jam 2 kita harus segera berangkat.
Alhamdulillah keberuntungan menghampiri kita, ada tempat penyewaan yang masih
buka dan jaraknya pun sangat dekat dengan lokasi kita. Tanpa basa basi kita pun
lekas pergi kesana. Dan sesuai dugaan tempatnya masih buka dan tendanya masih
ada, namun kompor dan gas stoknya sudah habis.
Kemudian kami menunggu kedatangan teman Zidan yang bersedia
meminjamkan kompornya. 2 Jam kami menunggu akhirnya dia datang. Setelah itu
kami pulang kerumah masing – masing untuk mengurus keperluan – keperluan yang
harus kita bawa.
Jam menunjukan pukul 14.00 yang artinya kita bergegas
berkumpul dan siap berangkat ke stasiun Kiaracondong. Sebelum pergi ketempat
tujuan, kami berencana ke rumah Zidan yang ada di Lewigoong garut untuk
beristirahat semalam sebelum pendakian dimulai.
Di stasiun Kiaracondong banyak sekali yang antri untuk
pulang kampong, bahkan ada yang menunggu dari jam 5 subuh. Mereka rela lakukan
ini agar bisa bertemu dengan sanak saudara di kampong halaman yang sudah
menunggu kehadirannya.
Aku pun heran “Jika mereka mengantri jam 5 subuh, itu
artinya kesempatan dapat tiket keretapun mustahil” yang antri bukan hanya
1 atau dua tapi puluhan sedangkan volume
tiket hanya untuk 250 orang dan kita mengantri di siang hari, yang artinya
tiketpun sudah hamper habis.
Kemudian ada pengumuman dari petugas kereta yang mengatakan
bahwa tiket menuju stasiun Lewigoong sudah habis.
Awalnya kami putus asa, namun seorang laki – laki menghampiri
dan menanyakan kemana tujuan kami pergi. Dia menawarkan tumpangan ke tempat
tujuan kami, namun biayanya terlalu mahal di banding naik kereta. Kami terus
memohon keringanan biaya dan akhirnya dia setuju namun ironisnya hal itu hanya
berlaku terhadap kami sedangkan penumpang yang lain tidak.
Kamipun pergi memakai mobil dan terdapat 14 penumpang
didalamnya…. Keadaan sesak dan pengap harus kami hadapi Karena mobil ini hanya
memiliki ventilasi yang kecil.
3 Jam perjalanan kami, akhirnya sampailah kami di tempat
tujuan… Pemandangan sunset yang indah dan begitu sejuknya udaranya. Kehidupan
dimana mereka belum terlalu mengenal dunia modern, terlihat dari banyaknya
sawah – sawah yang ada di depanku.
Bersambung...
Bersambung...